Dayak Community

Dayak Community

Tabe' Art and Culture

BETUNGKAT KA ADAT BASA, BEPEGAI KA PENGATUR PEKARA

AGIK IDUP. AGEK NGELABAN

TABE' Ngau Bala Pengabang Da Ruai Kami

SANGGAR SENGALANG BURONG




Selasa, 18 Oktober 2022

Seni Budaya Mualang (Ibanik) Kalimantan Barat

 SENI BUDAYA DAYAK IBAN MUALANG KALIMANTAN BARAT

Dayak Mualang merupakan satu diantara kelompok Dayak Iban, yang secara umum disebut Ibanic Group / Sub Dayak Iban. Dayak Iban terdiri dari : Iban Mualang, Iban Kantu' ,  Iban Ketungau, Iban Desa, Iban Seberuang dan lain-lain, masing - masing memiliki ciri khas tersendiri baik bahasa maupun budaya sesuai tempat penyebaran dan perkembangan sejarahnya dan tentunya memperkaya kesatuan kebudayaan Bangsa Dayak Iban umumnya.   ciri ciri tesebut adalah 80% (delapan puluh persen) sama demikian pula ada beberapa saja yang berbeda sesuai dengan perkembang kelompok nya masing-masing. Guna melestarikan  dan memperkenalkan  ciri Iban Mualang, maka  dibuatlah catatan berdasarkan sumber / referensi yang benar dan cuplikan gambar dan keterangan Seni Budaya Dayak Iban Mualang.



Satu diantara alat musik Dayak Iban Mualang, disebut ENSERUNAI, dok. Mei 2022 Rumah panyai Sungai Antu Kec. Belitang Hulu Kab Sekadau Kalbar  

 


ENTEBONG / KETUBONG / GENANG PANYAI 
Satu diantara alat musik Iban Mualang Kabupaten Sekadau Kalbar



KELAMI' BOK 
Satu diantara Pakaian Tradisional Dayak Iban Mualang Kalbar

 



Rombongan Dayak Iban Mualang Tropen Museum 1920




SIRAT MARAM (kiri dari pandangan depan)



SELAMPAI
 Anak dara Iban Mualang Kalbar

 

Profile BUJANG BERANI  Iban Mualang kalbar




Bedujong Tangkung Kenyalang Seorang Tuai Iban Mualang 
Dok Donatus Dun Selman 1955




Orang Tua Iban Mualang Kampung Merbang

 



Profile Tuai Rumah Iban Mualang kampung Janang Ran  
Kec. Belitang Kab Sekadau Kalbar




KELAMI' BOK IBAN MUALANG KALBAR Dok. 2022



            Seorang Dara Iban Mualang Balau Renyok 
Kec. Belitang Hulu Kab Sekadau




    Kelami' Maram  Dayak Iban Mualang. 
Dok John 2004 Kalbar



      Kelami' Iban Mualang Kalbar 1920 ( Biau Balau / Pemimpin Regu)



Baju Tating Iban Mualang 2022 Dok. Diego



  Dayak Mualang (Ibanik) Profile Dance, 
Mai Tangui Semunga. Dok Diego 2022



     Temenggung Adat  Iban Mualang  Kalbar. 
Kelami" Maram Pangit Dok. Donatus Dun Selman 1955



Iban Mualang Kampung Merbang Belitang Hilir Kalbar

Gadis Iban Mualang  menggunakan Selampai


Diang. Agam Empajak Budayawan / Seniman Kana (Sastra Lisan) 
Iban Mualang Kampung Empajak Kec. Belitang Hilir Kab. Sekadau. Kalimantan Barat




Baju Tating Selampai Iban Mualang Kampung Merbang 
Kec. Belitang Hilir Kab. Sekadau Kalimantan Barat


Kelami' Bok 



Iban Mualang Profile Kostum 1


 Iban Mualang Profile Costum 2



Iban Mualang Profile, Besirat Genda 2020


   Iban Mualang Boy


Mulah Belikan (membuat Sape') Aki' Semion dan Aleksandrian Mualang 
Kec. Belitang Kab Sekadau Kalbar 



Profile Dayak Iban Mualang ( Kelami' Garis, Baju Tating) Dok. Diego




Kelami' Garis Iban Mualang dalam Buku Ibanik Weaving Textiles, 
Richard Allen Drake



Kedangkang ( wadah) upacara adat Dayak Iban Mualang. 
Dok. Donatus Dun Selman 1955 



Kelami' Bok Iban Mualang 
Dok. Donatus DunSelman 1955


 
Cuplikan Buku Dayak Iban Mualang



Ngajat Lang / Tari Lang  Dayak Iban Mualang Kalbar. 
Dok. Diego

Alat Musik Tawaq Dayak Iban Mualang



Ngajat Pingan Laki ( Tari Piring Laki-Laki) 
Dayak Iban Mualang Oleh Teddy Kubu.



Rumah Panyai Sungai Antu Kecamatan Belitang Hulu Kab Sekadau



Ngajat Iban Mualang. Kampung Merbang Belitang Hilir Kab Sekadau





Rabu, 28 April 2021

Dayak Iban Desa Kalimantan Barat

 

SEBUAH CATATAN

DAYAK IBAN DESA SINTANG

Sumber :

VERHANDELINGEN

VAN HET KONINKLIJK INSTITUUT VOOR

TAAL-, LANDI- EN VOLKENKUNDE

DEEL X VII

KANA SERA

ZANG DER ZWANGERSCHAP

door

P. DONATUS DUNSELMAN O.F.M CAP.

'S·GRAVENHAGE . MARTINUS NIJHOFF • 1955

 


          Kelompok yang kini disebut Dayak Desa Sintang yang juga tersebar di wilayah kabupaten Sekadau berasal dari Tampun Remun /Tampun Juah sebagai tempat yang pernah mereka tinggali. Jika menurut Mitos leluhur mereka yaitu: Abang Panjang, yang dipercaya berasal dari keturunan manusia khayangan, ayahnya bernama Remambang Bulan.  Abang Panjang diusir ayahnya dari langit ke bumi karena kawin mali (incest) ke bumi, dan pergi ke Tembawang Tampun daerah Hulu Remun antara sungai Saih dan Hulu Sekayam

          Seorang keturunan Abang Panjang bernama Igar mengembara sampai ke sungai Desa anak sungai Redjang (Sarawak). Dayak Desa menyebut kelompoknya berdasarkan nama sungai tersebut. Dari sungai Desa pindah lagi ke Semitau Lempah dari Semitau Lempah mereka menuju sungai Ketungau dan menuju ke sungai Kapuas di muara sungai Melawi.

Catatan:

 Cuplikan sejarah Dayak Desa menurut versi Donatus Dunselman 1955 seperti yang tertulis dengan versi aslinya menggunakan bahasa Belanda, mirip legenda atau mitos dari sumber yang sama, pada Dayak Mualang di Tanah Tabo’ (Belitang Hulu), adapun persamaan yang mirip yaitu: tentang legenda / mitos manusia yang kini menghuni  Tanah Tabo’ yang di dalamnya memuat kisah tetang Bujang Panjang (versi Mualang) mirip dengan legenda atau mitos Dayak Desa yaitu Abang Panjang.

Kemudian Bujang Panjang telah berbuat kesalahan di khayangan karena kawin mali (incest) dengan anak Petara Seniba yaitu: Dayang Kaman Dara Remia. 

Mencermati versi Dayak Desa  bahwa : Abang Panjang melakukan kawin mali (incest) di khayangan dan selanjutnya dia diusir ayahnya bernama: Lemambang Bulan ( versi Dayak Desa)  

sedangkan versi Dayak Mualang,  Ayah Bujang Panjang adalah Keseka’ Busong yang menikah dengan Dara Jantung anak Petara Seniba (di khayangan).  Bujang Panjang  telah melakukan hubungan mali (terlarang) dengan Dayang Kaman Dara Remia  adik Dara Jantung / ibu dari Bujang Panjang, Anak Petara Seniba dan diusir oleh kakeknya dari khayangan ke bumi.

Versi Dayak Desa, bahwa Abang Panjang  melakukan kawin mali di khayangan ( tidak disebutkan nama istrinya) dan diusir dari khayangan ke bumi.  Selanjutnya Abang Panjang memiliki keturunan bernama Igar, yang  mengembara sampai ke Batang Desa anak sungai Batang Redjang (di Sarawak) selanjutnya Batang Desa di abadikan untuk menyebut keturunannya sebagai kelompok Dayak Desa. (tersebar di sintang dan sekitarnya) Adapun pengembaraan dari Batang Desa (anak Batang Redjang) keturunan Igar menuju Semitau Lempah kemudian menuju sungai Ketungau dan  tembus ke sungai Kapuas menuju Senentang atau muara  sungai Melawi kemudian menyebar dan bercampur dengan Dayak di tempat tersebut. (baca: Donatus Dunseman 1955.p.6)

Kesimpulannya:

          Jika merujuk legenda Dayak Mualang Tanah Tabo’ dan menyusuri Legenda asal sejarah nama Dayak Desa, ada kemiriban versi keduanya.

Orang Tanah Tabo’ diperkirakan adalah migrasi Iban dari Tampun Juah menuju Batang Ketungau selanjutnya menuju Tanah Tabo’ (Belitang Hulu) dari Belitang Hulu menuju ke Sepauk dan ke muara sungai Kapuas dan Melawi tidaklah jauh.  Diperkirakan bahwa kelompok yang kemudian disebut Dayak Desa adalah kelompok yang sama dengan Dayak Mualang dari Tanah Tabo’ (Belitang Hulu). Dari Belitang Hulu keturunan Abang Panjang (Igar) menuju ke arah sepauk dan ke Muara Sungai Kapuas Melawi (Senetang) selanjutnya menyebar ke Sintang dan sekitarnya.

Baca : Orang Tanah Tabo’ : https://mualangmiga.wordpress.com/2010/05/21/sejarah-mualang/

Tulisan Sumber dari bahasa Belanda:

( Een afstammeling van Abang Pandjang, genaamd Igar, vertrok, volgens deze mythe van Tampun Remun naar de S.Desa, een zijrivier,  van de S. Redjang, vanwaar dan de Desa-Dajaks hun naam afleiden. Na 5 jaar gaan zij terug naar Tampun en verhuizen vandaar naar, Semitau Lempah. Tenslotte zakken ze vandaar de Saih af en komen, langs de Ketungau en de Kapuas aan de monding van de Melawi 9).In de memorie van overgave van Contr. M. A. Bouman van Nov.1922 staat: "Abang Pandjang vertrok, daar de vestiging aan de boven Sekajam te vol werd, naar de plaats van het tegenwoordige Smitau, waar hij met de Dajaksche vrouw Melamon huwde" 10). ( Kana Sera, Donatus Dun Selman 1955.p.6)

( di rangkum oleh: John Roberto P)

Kamis, 03 Desember 2020

MITOS PENCIPTAAN MANUSIA VERSI DAYAK IBAN MUALANG


SEKELUMIT 

MITOS PENCIPTAAN DUNIA

VERSI  MUALANG

MITOS PENCIPTAAN DUNIA 

MENURUT DAYAK MUALANG (IBANIK)

 

Dunia ini di masa lalunya semua nya kosong (puang) dan tak ada kehidupan apapun,  tak lama kemudian muncul hembusan angin bertiup kencang seperti cahaya melayang-layang di langit kemudian muncul Roh. Roh tersebut bercahaya selanjutnya di sebut: Petara Raja (Tuhan / penguasa tertinggi dari Tuhan / Petara lainnya). Petara menciptakan dan menguasai alam (Buan 1997). Kemudian Petara Raja memancarkan cahaya memecah menjadi Tujuh Semengat (semengat = Roh), di sebut; Petara yang tinggal di tiap lapisan langit tujuh tingkatan, masing-masing Petara tersebut mengendalikan tiap-tiap lapisan langit tempat mereka tinggal termasuk menciptakan kehidupan baru khayangan (orang buah kana). Selanjutnya Petara Raja membuat sebuah Menua (bumi/daratan) di langit pertama, sebab melihat langit pertama kosong tidak ada mahluk apapun dan perlu ada kehidupan. Para Petara setuju, mereka sepakat yang pertama dibuat di langit pertama adalah: Menua (bumi / daratan) tempat nantinya Petara berkunjung, maka di jadikanlah Menua (bumi / daratan). Kemudian Petara Raja menciptakan angin yang berputar dan meniup Menua (bumi/daratan). Setelah menciptakan bumi dan ada angin, Petara Raja memanggil ke Tujuh Petara lainnya, untuk melihat ciptaannya. Ketika Tujuh Petara Langit menjenguk dari langit melihat ke bumi, munculah kekuatan cahaya terang, cahaya kilat dan petir ke bumi, demikian pula angin yang berputar begitu kuat meniup dan mengikis daratan bumi dan membentuk lubang-lubang tanah yang tak merata, seperti cekungan-cekungan, membentuk danau, sungai, dan laut yang kering, membentuk tanah tumbuh (seperti sarang semut), membentuk bukit dan gunung-gunung, membentuk bongkahan batu-batu yang tak teratur dan membentuk serpihan-serpihan tanah, demikian pula kekuatan cahaya disertai angin (kude’) menyebabkan batu dibumi terlempar jauh ke angkasa membentuk gumpalan seperti bumi di seluruh angkasa, membuat semua daratan di bumi mulai berubah. Melihat hal itu Petara Raja segera memisahkan kekuatan cahaya dari  Tujuh Petara tersebut, ke atas langit dan menyatukan kekuatan cahaya Petara menjadi satu membentuk bola mata yang bersinar terang. Bola mata itu selanjutnya di sebut; Mataari (Matahari) digelar “Tujuh Mataari Tumuh”, bermakna timbulnya kehidupan baru. Selanjutnya Petara Raja menciptakan gelembung besar menyelubungi bumi dan bumi dibuat berputar agar cahaya yang terpancar dari mataari (matahari) merata mengenai bumi. Gelembung cahaya yang menyelubungi bumi dimaksud juga untuk menjaga  agar udara dibumi tidak dapat keluar ke angkasa dan bebatuan yang berserakan di angkasa tidak menabrak bumi demikian pula Petara Raja membuat sebuah tangga cahaya, melengkung seperti lengkung separuh lingkar bumi serta memiliki beberapa warna berfungsi sebagai tangga penghubung langit dan bumi.

Selanjutnya Petara Raja menciptakan tumbuhan di darat dan yang merayap; rajang, sulur (semak belukar), pohon dan tumbuhan lainnya, kemudian menciptakan air ke daratan bumi, memisahkan air dan darat (danau, sungai dan lautan). Setelah semuanya teratur Petara Raja melihat bumi berputar dan matahari bersinar terang timbul siang dan malam,  ada tumbuhan, ada air, ada danau, sungai, lautan, ada bukit, lembah, gunung, ia melihat bumi semakin indah, tetapi dirasa masih ada yang kurang maka Petara Raja selanjutnya menciptakan : sepasang binatang di air; buaya, ikan, dan lainnya, menciptakan sepasang binatang yang hidup di darat; ular, anjing, monyet, dan lain-lain, di dalam tanah, di pohon dan sebagainya, hidup dan menyebar ke seluruh bumi. Suatu ketika saat para Petara melihat kehidupan dibumi mereka senang melihat kehidupan itu, namun belum menemukan mahluk serupa dengan mereka. Di khayangan para petara telah menciptakan kehidupan orang pangau / dewa dewi (Buah Kana) serupa bentuk petara, mempunyai tubuh tinggi-tinggi dan besar. Oleh sebab itu Petara Raja berencana menciptakan manusia, namun ia akan memeriksa seluruh daratan yang cocok untuk manusia dibumi. kemudian Petara Raja menciptakan dan memerintahkan sepasang burung (dua ekor burung jantan dan betina), mengembara mengelilingi bumi melihat daratan  yang cocok untuk manusia.

Di suatu ketika Petara Raja  mengamati jenis pohon untuk menciptakan manusia, pertama-tama ia mengambil pohon pisang untuk membuat manusia namun setelah ia amati dan menilai jika dari pohon pisang maka manusia itu lemah. Kemudian  ia mengganti pohon pisang itu dengan kayu kumpang yang bergetah merah seperti darah, setelah di nilainya bentuk ini pun masih belum baik dan jika manusia tersebut hidup, matanya melotot seperti marah dan masih tak bersuara. Ia menilai ini juga kurang baik bisa membuat Urang Pangau (dewa-dewi dalam buah kana) marah dan melawan manusia. Akhirnya Petara Raja, memanggil dan memerintahkan Ine’ Andan untuk menempa manusia (menempa / membentuk) menggunakan tanah lempong bumi namun belum sempurna, selanjutnya Petara Raja mengambil bentuk dirinya dan menyempurnakan manusia agar semua yang diciptakannya selain manusia (binatang dan tumbuhan) dikuasai oleh manusia demikian pula nantinya para Petara dan orang-orang Pangau  (buah kana) datang membantu dan mengajarkan manusia tentang adat-istiadat di langit.[1] Kemudian setelah Ia menciptakan dan menyempurnakan manusia, Ia memberikan Semengat (Roh) kehidupan maka saat itu manusia bisa hidup dan bernapas (menyuan), bergerak dan bersuara kemudian memberikan pengetahuan cara bertahan hidup di menua / bumi. Setelah manusia bisa hidup dan berbicara, tak lama kemudian dua ekor burung yang diperintahkan mengembara datang memberi kabar kepada Petara Raja bahwa pohon, air dan daratan di bumi sangat luas,  jika tidak ada kehidupan lain selain binatang, maka belum cukup. Mendengar hal tersebut maka Petara Raja menyuruh sepasang burung itu berkembang biak dan hidup bersama binatang lainnya, sebelumnya ketika sepasang burung tersebut melihat manusia mereka bertanya kepada Petara Raja bahwa manusia itu tidak terbang dan bertelur seperti kami dan kenapa hanya seorang, Petara Raja mengatakan bahwa burung diciptakannya sepasang agar nantinya berkembang dan hidupnya terbang dan tinggal di bumi bersama manusia. Saat yang sama pula manusia berkata bahwa jika dirinya hanya sendiri masih merasa kesepian. Selanjutnya Petara Raja menciptakan manusia lainnya sebagai teman dari manusia yang pertama, Petara Raja  menjadikan mereka pasangan laki-laki dan perempuan, selanjut nya ia beri nama:  Bintang Muga (laki-laki)  dan Rui Mana (Perempuan).

Bintang Muga dan Rui Mana menurunkan manusia  kemudian mengembara (bejalai) menyebar di daratan bumi. Di masa lalu para Petara dari khayangan sering datang megunjungi manusia ke bumi, bahkan seringkali terpesona melihat kecantikan dan keperkasaan manusia di bumi, bahkan ada kawin dengan manusia, menurunkan manusia-manusia gagah perkasa, kuat dan besar-besar Gergasi (raksasa) keturunan ini mengembara ke seluruh daratan di bumi. Diantara keturunan raksasa (gergasi) umumnya tidak memiliki sifat yang baik dan mempengaruhi manusia untuk berbuat kejahatan, keturunan para raksasa (gergasi) selanjutnya musnah ketika daratan di jatuhkan banjir besar karena murka Petara Raja.[2] Di antara keturunan Bintang Muga (laki-laki) dan Rui Mana (Perempuan), lainnya ada pasangan yang merupakan tokoh spiritual  dikenal sebagai: Ambun Menurun dan Pukat Mengawang. Kedua tokoh ini  ibarat embun yang turun dari langit simbol sperma / embrio kehidupan dari laki-laki dan ibarat sela-sela pukat / jaring yang ditembusi embun /pembuahan biologis dari perempuan. Adapun anak-anak Ambun Menurun dan Pukat Mengawang terdiri dari 7 (tujuh) anak bahkan lebih (menurut masing-masing versi ibanik) dan hidupnya mengembara dan menurunkan manusia-manusia pengembara, mereka menyusuri bumi, melewati berbagai kondisi alam menyebabkan timbulnya berbagai perubahan warna kulit (hitam, coklat, merah, kuning langsat, dll). Demikian pula mereka juga mengkonsumsi makanan alami sesuai keadaan / kondisi saat itu (berburu dan meramu) menyebabkan fostur tubuh mereka berubah umumnya kuat dan besar menyesuaikan kondisi alam saat itu, mereka mengembara ke berbagai tempat di menua / daratan, pulau-pulau, goa-goa, mengembara di bukit-bukit. Adapun beberapa tempat diantaranya; Gua Niah (niah caves) 35.000 SM, di borneo utara / utara pulau kalimantan (Sellato, 1989:53) dari tempat ini selanjutnya mengembara ke berbagai tempat di borneo / kalimantan dan kearah timur menyusuri perbukitan, demikian pula diantaranya menyusuri Bukit Ayau, Bukit Kujau, Air Berurung, Balai Bidai, Tinting Lalang Kuning, Selanjutnya di tuturkan bahwa keturunan Ambun Menurun dan Pukat Mengawang telah sampai ke Tampun Juah,...........................................................................................................................................

Ini adalah sekelumit  ringkasan tentang:

Mitos dan Penciptaan Dunia  dan silsilah terjadinya manusia versi Dayak Mualang (Ibanik) 

Catatan lengkapnya dapat dibuka di Gogle Drive link tersebut dibawah ini.


Link tulisan dapat dibuka di: 
https://drive.google.com/file/d/1kYH0GOBK8qPaGn1VJoXUfediI6NI4T_p/view?usp=sharing


[1] Lihat: L. Tatang. Sekilas Perkawinan  Dayak Mualang “ Adat Perkawinan” . Institut Dayakologi Institut Dayakologi, 1999.p.10

[2] Banjir besar yang dijatuhkan ke bumi, menenggelamkan para manusia-manusia jahat, para raksasa (gergasi) dan hanya meninggalkan bekas-bekas  besar pada tanah yang selanjutnya membatu diberbagai tempat.

 




Kamis, 12 November 2020

SITUS BATU TAGEK DAYAK MUALANG ( IBANIC ) KALIMANTAN BARAT

 

BATU TAGEK  MERTAWAI

( Legenda Menua  Iban Mualang  Kalbar)

Oleh; John RP

 





            Merupakan satu diantara  tempat keramat di dusun Mertawai, Kecamatan Belitang Hulu Kabupaten Sekadau. dilihat dari struktur, susunan dan bahan,  batu tersebut diperkirakan usianya nya sudah mencapai  beberapa abad lampau, mirip Situs Batu Karang di Sei Bungkang, Desa Mawang Muda, Kecamatan Beduai wilayah suku Dayak Golik. Namun juga ada perbedaan bentuk dan perlu penelitian lebih lanjut.  Kisah Situs ini di sebut Batu Tagek  dimasa lalunya dipercaya  sebagai bagian dari sejarah/legenda  leluhur Dayak Iban Mualang dan di tempat ini pula pernah sebagai  tempat pertahanan ketika akan mengayau  para bujang berani orang - orang Mualang sewaktu mengintai musuh-musuh dimasa selanjutnya. merujuk ke masa lampau Batu Tagek  yang tersusun dan bertumpuk tersebut pula merupakan tempat tinggal atau pernah bersentuhan dengan kehidupan para leluhur orang Mualang dimasa purba. Jika merujuk kepada kisah legenda Tanah Tabo" (saat ini Belitang Hulu) kawasan Batu Tagek merupakan bagian dari wilayah Tanah Tabo" dan  Tanah Tabo" pernah terjadi peristiwa bersejarah  yakni pernikahan Bujang Panjang leluhur orang Tanah Tabo" dengan Dara Jantung anak Petara Seniba dilangit. karena keduanya berstatus pernikahan mali atau terlarang maka keduanya diusir ke bumi oleh Petara Seniba ke Tanah Tabo".  

            Di Tanah Tabo' peradaban dan tempat - tempat kehidupan, pemukiman, pemujaan atau peristiwa alam lainnya maupun peristiwa budaya, terbentuk dan diperkirakan satu diantanya yaitu: Situs Batu Tagek adalah sejarah yang ada hubungan juga dengan legenda Tanah Tabo". Selanjutnya  sejalan perkembangan masuknya agama  Kristen Protestan  ke dusun Mertawai maka tempat itu tidak lagi dijadikan sebagai tempat pemujaan ataupun upacara adat terkait ritual lama,  hal ini  telah ditinggalkan, sebagian besar masyarakat wilayah tersebut, namun situs tersebut merupakan satu di antara jejak yang berhubungan dengan peradaban Dayak Mualang yang masih tersimpan dan memiliki daya tarik Sejarah, Budaya, dan diharapkan  di lestarikan sebagai bagian warisan sejarah di masa lampau di tengah belantara Dusun Mertawai, Kecamatan Belitang Hulu Kabupaten Sekadau.

            Nama  Batu Tagek sendiri muncul  diakibatkan adanya suatu peristiwa dimasa Pengayauan dari musuh orang-orang Mualang di masa lalu yang datang akan menyerang ke Dusun Mertawai, musuh tersebut yaitu: Sidak Bui (diperkirakan suku ini yang telah punah atau bermetamorfosis / melebur dengan Dayak Mualang dimasa perkembangan selanjutnya).  Di kisahkan bermula dari seorang leluhur Orang Mualang  atau Bujang Berani yang bernama Tagek terbunuh di tempat itu, hal ini dikarenakan beliau mengalami kempunan (ketika ditawarkan makan terlebih dahulu namun makanan tersebut ternyata tidak ada), dimasa lalu istilah kempunan ini adalah pantang dilanggar dalam tradisi orang Mualang dipercaya dapat menyebabkan, celaka / bencana  atau mala petaka, dan benar juga  di Saat Tagek pergi menghadang musuh  yang masuk ke wilayah Mertawai, di Situs Tersebut, Tagek tewas diantara bagian (blok) Situs tersebut, namun beliau berhasil menghalangi musuh yang menyerang ke Mertawai.  Jenazah Tagek disusul oleh para Bujang Berani dari Mertawai dan di bawa pulang, sedangkan guna mengenang peristiwa itu,  Situs bebatuan yang tersusun  itu di sebut Batu Tagek, karena di Situs bebatuan tersebutlah  Jenazah Tagek di ambil kembali.

Sejalan perkembangannya, Batu Tagek sering dikaitkan dengan hal mistik, dan aura gaib di sekitarnya yang  sering terkoneksi secara batin maupun tampak sewaktu-waktu dilihat secara visual maupun di dengar oleh para pemburu dan warga lainnya dari mertawai, yang melalui tempat itu, di ceritakan di tempat itu orang  sering melihat cahaya terbang di malam hari, kadang kala sering terdengar suara asing dan sesuatu yang ganjil tentunya tak semua orang berani ke wilayah Situs Batu Tagek.  Sejalan perkembangannya saat ini pula, Batu Tagek masih dipercaya memiliki sesuatu keganjilan atau aura gaib, namun juga sering dikunjungi  ramai-ramai di siang hari sebagai tempat berfoto maupun tamasya bagi kaum muda yang hobi selfi di tempat bersejarah.  Diharapkan Situs Batu Tagek tetap terjaga kelestariannya sebagai bagian dari warisan budaya, dan perlu penyadaran bagi penduduk sekitarnya agar tetap menjaga Situs tersebut sebagai bagian dari peradaban leluhur Orang Mualang, sebagai bagian dari kekayaan Warisan Budaya yang dilindungi. sesuai UU No.5 Tahun 2017. (Sumber: Pak Seni, 50 th. Dusun Mertawai)










Catatan:
Legenda Tanah Tabo, merupakan  alur dari Migrasi Iban dari Tampun Juah, menuju sungai Ketungau dan  dari Sungai Ketungau sebagian menuju Tanah Tabo' bergabung dengan keturunan Keseka' Busung  dan keturunan Petara Seniba. (Leluhur Iban Mualang) sebelum bergabung dengan keturunan Bejit Manai yang datang selanjutnya dari Sungai Mualang.